Fiqih Financial: Macam-macam Akad Transaksi Perbankan dan Asuransi Syariah (Bag. 5)

ReferensiMuslim.Com – Pada tulisalan sebelumnya, telah dibahas dua prinsip akad transaksi, yaitu 1) Prinsip Mudharabah dan 2) Prinsip Jual-Beli. Insya Allah kesempatan kali ini, kita bahas tiga prinsip lainnya, yaitu sewa, qard dan al-wadi’ah

3. Prinsip Sewa dan Sewa-Beli

Sewa (ijarah) dan sewa-beli (ijarah wa iqtina’ atau disebut juga ijarah muntahiyah bi tamlik) oleh para ulama dianggap sebagai model pembiayaan yang dibenarkan oleh syariah Islam. Model ini secara konvensional dikenal sebagai operating lease dan financing lease. Al ijarah atau sewa adalah kontrak yang melibatkan suatu barang (sebagai harga) dengan jasa atau manfaat atas barang lainnya. Penyewa dapat juga diberi opsi untuk memiliki barang yang disewakan tersebut pada saat sewa selesai, dan kontrak ini disebut al ijarah wa iqtina’ atau al ijarah muntahiyah bi tamlik, di mana akad sewa yang terjadi antara bank (seba­gai pemilik barang) dengan nasabah (sebagai penyewa) dengan cicilan sewanya sudah termasuk cicilan pokok harga barang.

4. Prinsip Qard

Qard adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharap imbalan. Dalam literatur fiqih qard dikategorikan sebagai aqd tathawwu’, yaitu akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank Islam dapat memberikan fasilitas yang disebut al qard al hasan, yaitu penye­diaan pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya.

Secara syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah membolehkan peminjam untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya, tetapi bank sama sekali dilarang untuk meminta imbalan apapun. Bank juga dapat menggunakan akad ini sebagai produk pelengkap untuk memfasilitasi nasabah yang membutuhkan dana talangan segera untuk jangka waktu yang sangat pendek

5. Prinsip Al Wadi’ah

Wadi’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang diletakkan pada yang bukan pemiliknya untuk dijaga. Barang yang dititipkan disebut ida’, yang menitipkan disebut mudi’ dan yang menerima titipan disebut wadi’. Dengan demikian maka pengertian istilah wadi’ah adalah akad antara pemilik barang (mudi’) dengan penerima titipan (wadi’) untuk menjaga harta/modal (ida’) dari kerusakan atau kerugian dan untuk keamanan harta.

Ada dua tipe wadi’ah, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah.

a). Wadi’ah Yad Amanah

Wadi’ah yad amanah adalah akad titipan di mana penerima titipan (custodian) adalah penerima kepercayaan (trustee), artinya ia tidak diharuskan mengganti segala risiko kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan, kecuali bila hal itu terjadi karena akibat kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan atau bila status titipan telah berubah menjadi wadi’ah yad dhamanah.

Di bawah prinsip yad amanah ini aset titipan dari setiap pemilik harus dipisahkan, dan aset tersebut tidak boleh dipergunakan dan cus­todian tidak berhak untuk memanfaatkan aset titipan tersebut. Status penerima titipan berdasarkan wadi’ah yad amanah akan berubah menja­di wadi’ah yad dhamanah apabila terjadi salah satu dari dua hal ini: (1) harta dalam titipan telah dicampur, dan (2) custodian menggunakan harta titipan.

Penerapannya dalam perbankan dapat dilihat, misalnya dalam pelayanan jasa penitipan surat-surat berharga (custodian).

b). Wadi’ah Yad Dhamanah

Wadi’ah Yad Dhamanah adalah akad titipan di mana penerima titip­an (custodian) adalah trustee yang sekaligus penjamin (guarantor) ke­amanan aset yang dititipkan. Penerima simpanan bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan tersebut.

Dengan prinsip ini, custodian menerima simpanan harta dari pemi­liknya yang memerlukan jasa penitipan, dan penyimpan mempunyai kebebasan mutlak untuk menariknya kembali sewaktu-waktu. Di bawah prinsip ini harta titipan tidak harus dipisahkan dan dapat di-gunakan dalam perdagangan, dan custodian berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan dalam perdagangan.

Jadi, custodian memperoleh izin dari pemilik harta untuk menggunakannya dalam perniagaan selama harta tersebut berada di tangannya. Penyimpan sewaktu-waktu dapat menarik sebagian atau seluruh harta yang mereka miliki. Dengan demikian mereka memerlukan jaminan penerimaan kembali atas simpanan mereka.

Semua keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan harta ter­sebut selama dalam status simpanan adalah menjadi hak custodian. Tetapi custodian diperbolehkan memberikan bonus kepada pemilik harta atas kehendaknya sendiri, tanpa diikat oleh perjanjian.

Berbagi dengan Admin Follow @referensimuslim atau @GozaliSudirjo

Silahkan tulis komentar Anda disini!

Your email address will not be published. Required fields are marked *