Pada pertemuan sebelumnya kita telah membahas empat point berkaitan dengan fiqih wanita seputar Ramadhan, yaitu wanita yang wajib shaum, wanita haidh atau nifas saat Ramadhan, wanita tua renta yang tidak kuat lagi berpuasa dan yang keempat wanita hamil dan menyusui di saat Ramadhan.
Nah, berikut ini akan kita lanjutkan. Qadho, meminum tablet anti haidh di bulan Ramadhan dan bolehkan seorang wanita yang sedang puasa mencicipi makanan.
1. Waktu mengqodho puasa bagi seorang wanitaWanita yang memiliki hutang puasa (harus mengqodho) karena sakit atau bepergian maka waktu mengqodhonya dimulai sejak satu hari setelah I’dul fitri dan tidak boleh di akhirkan sampai datangnya bulan Ramadhan berikutnya, barang siapa mengaikhirkan qodho puasa sampai datangnya Ramadhan berikutnya tanpa udzur syar’i, maka disamping mengqodho ia harus membayar fidyah dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin, sebagai hukuman atas kelalaiannya. (Lihat: Al mughni 4/400, fatwa Ibnu Baz, Fatwa Ibnu Utsaimin)
Dan para ulama telah sepakat bahwa qodho puasa Ramadhan itu tidak diharuskan untuk dilakukan secara terus menerus dan berurutan, karena tidak ada dalil yang menjelaskan akan hal itu. Kecuali waktu yang tersisa di bulan sya’ban itu hanya cukup untuk qodho puasa maka tidak ada cara lain keculai terus menerus dan berurutan. (Al Fiqhu Al Islami Wa Adillatuhu 2/680)
2. Mengkonsumsi tablet anti haidh pada bulan Ramadhan
Hendaknya seorang wanita tidak mengkonsumsi tablet anti haidh, dan membiarkan darah kotor itu keluar sebagaimana mestinya, sesuai dengan ketentuan yang telah Allah gariskan, karena dibalik keluarnya darah tersebut ada hikmah yang sesuai dengan tabiat kewanitaan, jika hal ini dihalang halangi maka jelas akan berdampak negatif pada kesehatan wanita tersebut, dan bisa menimbulkan bahaya bagi rahimnya, dan pada umumnya wanita yang melakukan hal ini kelihatan pucat, lemas dan tidak bertenaga. sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Tidak boleh melakukan perbuatan yang membahayakan dirinya, juga tidak boleh melakukan perbuatan yang membahayakan orang lain.” HR. Ibnu Majah (lihat: fatawa ulama Najd, dan 30 Darsan Lisshoimat)
Namun apabila ada wanita yang melakukan hal seperti ini, maka hukumnya sebagai berikut :
a.Apabila darah haidhnya benar benar telah berhenti, maka puasanya sah dan tidak diwajibkan untuk mengqodho.
b.Tetapi apabila ia ragu apakah darah tersebut benar benar berhenti atau tidak, maka hukumnya seperti wanita haidh, ia tidak boleh melakukan puasa. (lihat: masail ash shiyam, hal 63 dan jami’u ahkamin nisa’ 2/393)
3. Mencicipi makanan
Kehidupan seorang wanita tidak bisa dipisahkan dengan dapur, baik ia sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai juru masak di sebuah rumah makan, restoran atau hotel. Dan karena kelezatan masakan yang ia oleh adalah menjadi tanggung jawabnya, maka ia akan selalu berusaha mengetahui rasa masakan yang diolahnya, dan itu mengharuskan ia untuk mencicipi masakannya.
Jika itu dilakukan, bagaimana hukumnya? batalkah puasanya? para ulama memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi masakannya, asal sekedarnya saja, dan tidak sampai ketenggorokanna, hal ini diqiyaskan kepada berkumur kumur ketika berwudhu. (jami’ ahkamin nisa’)
Demikian semoga bermanfaat.