Rasanya baru kemarin kita meninggalkan Ramadhan demi Ramadhan begitu cepat. Keindahan lantunan ayat-ayat-Nya begitu menghentak. Terlebih suasana haru biru saat kita melalui dan menjalani Ramadhan tidak bersama dengan orang-orang yang kita kasihi. Ini barangkali diantara memoar seseorang yang terpisah dengan dinda tercinta saat Ramadhan telah dekat menyapa. Semoga menjadi inspirasi yang bermanfaat.
Assalaamualaikum Wr. Wb.
Teriring doa Abi panjatkan, semoga Dinda sekeluarga senantiasa ada dalam ithor taufiq serta inayah-Nya.
Umi yang Abi sayangi, tak terasa usia pernikahan yang baru kita jalin menginjak bulan yang keenam (terhitung mulai 4 Maret-4 September 2006). Tentunya, pernik perjalanan hidup yang dilewati belum begitu banyak. Namun, itu semua kita jadikan pelajaran berharga karena kedepan tantangan demi tantangan akan semakin berat bahkan belum pernah kita bayangkan sebelumnya.
Bisa saja, sekarang Abi meninggalkan Dinda dalam rangka studi meretas generasi yang akan kita alami nanti. Namun, suatu saat nanti bisa saja Abi meninggalkan Dinda dalam kondisi yang lebih mulia lagi, misalnya medan kifah. Itu semua kita jadikan payung-payung peradaban.
Ketegaran dan kesabaran Umi tercinta kini, telah menorehkan sejarah dalam perjalanan hidup seseorang. Betapa banyak manusia-manusia rapuh yang tak punya kekuatan menghadapi saat-saat seperti itu. Hanya pioner-pioner tegar dan sabarlah yang mampu tampil menjadi sang juara.
Memang, saat-saat luang sering kali para penggoda itu (musuh abadi manusia) menyelusup, membisikan panah-panah runcing, menghembuskan api-api panas, memekikkan longlongan murka, melafalkan syair-syair busuk dan nista. Waspadalah! hadapi dengan kebeningan hati, tilawah ayat-ayat suci, perkuat taqorub pada Ilahi Robi.
Ingat, saling menguatkan benteng kita masing-masing adalah sebuah kemutlakan. Tiga penopang kekuatan itu; tilawah (minimal setengah juz perhari –ahsannya 1 juz), terus senantiasa melapazkan dzikir-dzikir ma’tsur (bersumber dari al-quran dan as-sunnah) dan terakhir melanggengkan qiyamul lail (taqorrub ilallah).
Hanya dengan tiga kekuatan ini, para pengemban dan penopang risalah ini mampu kokoh dan tegar hadapi berbagai gelombang kehidupan. Sejarah telah banyak mencatat perjalan manusia-manusia kokoh, kisah-kisah yang terus hadir dalam keseharian kita.
Contoh kecil, bahwa sosok muslim/ah dambaan peradaban, saat kesehariannya dipenuhi dengan dzikir. Dari mulai mengenakan pakain, makan, tidur, memulai aktifitas sampai masuk dan keluar dari kamar mandi semua ada doanya. Pantas, kata syidina Umar; kenapa Rasul mengajarkan pada kita doa keluar dari kamar mandi dengan “ghufronaka” (aku memohon ampunanMu ya Allah), sebab di dalam kamar mandi kita tidak boleh melapazkan dzikir, apalagi asma Allah. Artinya setiap denyut nadi kita, penuh dengan dzikir. Saat kita tidak bisa dzikir (seperti di wc), kita langsung memohon ampun. Subhanallah begitu indah ajaran mulia ini.
Umi Aeni yang baik hati, studi Umi nanti adalah meretas generasi. Disamping mendampingi suami, juga bentuk komitmen kita terhadap tangga-tangga peradaban mencetak generasi-generasi robbani. Sebuah jail (generasi) yang akan melanjutkan bangunan peradaban. Dan seterusnya sunnatullah ini akan terus berjalan hingga akhir nanti.
Umi Najdah yang shalihah, anugerah terindah yang kini menjadi pendamping Abi telah melalui hari-harinya dengan sabar dan tegar. Abi banyak belajar sabar dan tegar dari manusia-manusia tulus, insan mulia yang cinta keutamaan, anak hawa yang lembut menyemangati manusia-manusia labil dan rapuh.
Dinda tersayang, rasanya begitu berat realita yang kita hadapi. Namun, bila kita menengok sejarah manusia-manusia pilihan, ternyata kita belum ada apa-apanya dibanding dengan mereka. Kalimat syukur senantiasa kita panjatkan, dan Abi akan selalu ingat kata-kata tulus
Umu Hinda; “Allah akan menguji seorang hamba sesuai dengan kesanggupan hamba tersebut”. Ya, betul karena mukmin sejati melihat segalanya adalah kebaikan, bila ia diberi kelapangan ia bersyukur dan bila ia diberi kesempitan ia pun bersabar. Sungguh indah Rasulullah mengajarkan mutiara-mutiara langit ini.
Terakhir, kita kembali saling menguatkan tiga benteng utama yang telah Abi ungkapkan dimuka. Saling mengingatkan, menasehati, menyemangati dan komitmen untuk menjaganya setiap hari. Karena ini adalah sunah para anbiya dan rusul juga generasi-generasi pembawa risalah suci.
Allahumma, ya Allah jadikanlah kami semua hamba-hamba yang senantiasa dekat dengan-Mu, ajaran-Mu dan jadikanlah kami hamba-hamba yang senantiasa lurus dijalan-Mu. Terimalah tilawah-tilawah kami, dzikir-dzikir kami dan Shalat-shalat kami. Robbana dholamna anfusana wa inlam taghfirlana wa tarhamna lanakunanna minal khosirin. Robbana hablana min azwajina wa dzuriyatina qurota a’yun waj’alna lilmuttqina imama. Allamuhha barikna rojaba wa sya’ban wa ballighna romadlan. Allahumma amien
Khartoum, 13 Sya’ban 1427 H/6 September 2006 M
NB: Semoga dengan Ramadlan yang akan datang, kita mendapat semangat dan kekutan baru menempuh perjalanan yang masih jauh dan penuh tantangan. Semoga.
<p><p>SEPUCUK SURAT MENJELANG RAMADLAN <br>Rasanya baru kemarin kita meninggalkan Ramadhan demi Ramadhan begitu <br><br>cepat. Keindahan lantunan ayat-ayat-Nya begitu menghentak. Terlebih <br><br>suasana haru biru saat kita melalui dan menjalani Ramadhan tidak <br><br>bersama dengan orang-orang yang kita kasihi. Ini barangkali diantara <br><br>memoar seseorang yang terpisah dengan dinda tercinta saat Ramadhan <br><br>telah dekat menyapa. Semoga menjadi inspirasi yang bermanfaat.<br><br>Assalaamualaikum Wr. Wb.<br><br>Teriring doa Abi panjatkan, semoga Dinda sekeluarga senantiasa ada <br><br>dalam ithor taufiq serta inayah-Nya. <br><br>Umu Himam yang Abi sayangi, tak terasa usia pernikahan yang baru <br><br>kita jalin menginjak bulan yang keenam (terhitung mulai 4 Maret-4 <br><br>September 2006). Tentunya, pernik perjalanan hidup yang dilewati <br><br>belum begitu banyak. Namun, itu semua kita jadikan pelajaran <br><br>berharga karena kedepan tantangan demi tantangan akan semakin berat <br><br>bahkan belum pernah kita bayangkan sebelumnya.<br><br>Bisa saja, sekarang Abi meninggalkan Dinda dalam rangka studi <br><br>meretas generasi yang akan kita alami nanti. Namun, suatu saat nanti <br><br>bisa saja Abi meninggalkan Dinda dalam kondisi yang lebih mulia <br><br>lagi, misalnya medan kifah. Itu semua kita jadikan payung-payung <br><br>peradaban.<br><br>Ketegaran dan kesabaran Umi tercinta kini, telah menorehkan sejarah <br><br>dalam perjalanan hidup seseorang. Betapa banyak manusia-manusia <br><br>rapuh yang tak punya kekuatan menghadapi saat-saat seperti itu. <br><br>Hanya pioner-pioner tegar dan sabarlah yang mampu tampil menjadi <br><br>sang juara.<br><br>Memang, saat-saat luang sering kali para penggoda itu (musuh abadi <br><br>manusia) menyelusup, membisikan panah-panah runcing, menghembuskan <br><br>api-api panas, memekikkan longlongan murka, melafalkan syair-syair <br><br>busuk dan nista. Waspadalah! hadapi dengan kebeningan hati, tilawah <br><br>ayat-ayat suci, perkuat taqorub pada Ilahi Robi.<br><br>Ingat, saling menguatkan benteng kita masing-masing adalah sebuah <br><br>kemutlakan. Tiga penopang kekuatan itu; tilawah (minimal setengah <br><br>juz perhari –ahsannya 1 juz), terus senantiasa melapazkan dzikir-<br><br>dzikir ma’tsur (bersumber dari al-quran dan as-sunnah) dan terakhir <br><br>melanggengkan qiyamul lail (taqorrub ilallah).<br><br>Hanya dengan tiga kekuatan ini, para pengemban dan penopang risalah <br><br>ini mampu kokoh dan tegar hadapi berbagai gelombang kehidupan. <br><br>Sejarah telah banyak mencatat perjalan manusia-manusia kokoh, <br><br>kisah-kisah yang terus hadir dalam keseharian kita.<br><br>Contoh kecil, bahwa sosok muslim/ah dambaan peradaban, saat <br><br>kesehariannya dipenuhi dengan dzikir. Dari mulai mengenakan pakain, <br><br>makan, tidur, memulai aktifitas sampai masuk dan keluar dari kamar <br><br>mandi semua ada doanya. Pantas, kata syidina Umar; kenapa Rasul <br><br>mengajarkan pada kita doa keluar dari kamar mandi dengan <br><br>”ghufronaka” (aku memohon ampunanMu ya Allah), sebab di dalam kamar <br><br>mandi kita tidak boleh melapazkan dzikir, apalagi asma Allah. <br><br>Artinya setiap denyut nadi kita, penuh dengan dzikir. Saat kita <br><br>tidak bisa dzikir (seperti di wc), kita langsung memohon ampun. <br><br>Subhanallah begitu indah ajaran mulia ini.<br><br>Umi Aeni yang baik hati, studi Umi nanti adalah meretas generasi. <br><br>Disamping mendampingi suami, juga bentuk komitmen kita terhadap <br><br>tangga-tangga peradaban mencetak generasi-generasi robbani. Sebuah <br><br>jail yang akan melanjutkan bangunan peradaban. Dan seterusnya <br><br>sunnatullah ini akan terus berjalan hingga akhir nanti.<br><br>Umi Najdah yang shalihah, anugerah terindah yang kini menjadi <br><br>pendamping Abi telah melalui hari-harinya dengan sabar dan tegar. <br><br>Abi banyak belajar sabar dan tegar dari manusia-manusia tulus, insan <br><br>mulia yang cinta keutamaan, anak hawa yang lembut menyemangati <br><br>manusia-manusia labil dan rapuh.<br><br>Dinda tersayang, rasanya begitu berat realita yang kita hadapi. <br><br>Namun, bila kita menengok sejarah manusia-manusia pilihan, ternyata <br><br>kita belum ada apa-apanya dibanding dengan mereka. Kalimat syukur <br><br>senantiasa kita panjatkan, dan Abi akan selalu ingat kata-kata tulus <br><br>Umu Hinda; “Allah akan menguji seorang hamba sesuai dengan <br><br>kesanggupan hamba tersebut”. Ya, betul karena mukmin sejati melihat <br><br>segalanya adalah kebaikan, bila ia diberi kelapangan ia bersyukur <br><br>dan bila ia diberi kesempitan ia pun bersabar. Sungguh indah <br><br>Rasulullah mengajarkan mutiara-mutiara langit ini.<br><br>Terakhir, kita kembali saling menguatkan tiga benteng utama yang <br><br>telah Abi ungkapkan dimuka. Saling mengingatkan, menasehati, <br><br>menyemangati dan komitmen untuk menjaganya setiap hari. Karena ini <br><br>adalah sunah para anbiya dan rusul juga generasi-generasi pembawa <br><br>risalah suci.<br><br>Allahumma, ya Allah jadikanlah kami semua hamba-hamba yang <br><br>senantiasa dekat dengan-Mu, ajaran-Mu dan jadikanlah kami hamba-<br><br>hamba yang senantiasa lurus dijalan-Mu. Terimalah tilawah-tilawah <br><br>kami, dzikir-dzikir kami dan Shalat-shalat kami. Robbana dholamna <br><br>anfusana wa inlam taghfirlana wa tarhamna lanakunanna minal <br><br>khosirin. Robbana hablana min azwajina wa dzuriyatina qurota a’yun <br><br>waj’alna lilmuttqina imama. Allamuhha barikna rojaba wa sya’ban wa <br><br>ballighna romadlan. Allahumma amien<br><br>Khartoum, 13 Sya’ban 1427 H/6 September 2006 M<br><br>NB: Semoga dengan Ramadlan yang akan datang, kita mendapat semangat <br><br>dan kekutan baru menempuh perjalan yang masih jauh dan penuh <br><br>tantangan. Semoga.<br><br><br></p></p>