ReferensiMuslim.Com: Barangkali, saya, anda dan mereka kerap mendengar kata Hijrah. hijrah bukan sekadar kata, namun penuh makna bahkan mengandung untaian sejarah yang melegenda. Kata hijrah sering disandingkan dengan peristiwa besar dalam khazanah islam, yaitu sebuah peristiwa heroik dalam peradaban islam. Peristiwa yang banyak di catat para pakar sejarah islam bahkan dunia. Peristiwa dimana awal berkibarnya panji islam, dan awal sebuah peradaban baru nan gemilang yang di torehkan oleh manusia mulia Rasulullah Saw, sang nabi pilihan dan nabi akhir zaman. Bahkan selanjutnya, peristiwa besar ini menjadi cikal bakal kalender islam, yaitu kalender hijriyah (diambil dari kata hijrah) yang di cetuskan oleh panglima besar khalifah ke-2 Umar bin Khattob Ra, hingga sampai detik ini pelaksaan hari raya iedul fitri dan iedul adha bertolak dari kalender hijriyah ini.
Begitupun, kami yang alhamdulillah mendapat tugas melayani dhuyufurrahman pada tahun ini 1430 H, memiliki spirit hijriyah 14 abad yang silam. Semoga tulisan ini menjadi kenangan tersendiri, buat si penulis, para penjawaga gawang mahatthah hjrah dengan kapten H. Imran Abbas, sang kapten yang tegas, lugas, kadang humoris dan yang pasti gaya mudanya yang melekat. Meski di usianya yang lebih dari setengah baya, namun soal penampilan gak mau kalah sama anak muda. Juga semoga di baca sama yang lainnya, merasakan dan membayangkan perjuangan kami di pintu masuk gerbang menuju kota nan ramah, madinah almunawaroh baik yang dari jedah atau dari mekah.
Saat penulis belum tiba di tempat ini, sebagaimana penuturan H. Shaleh Ibrahim sang pilot I, “Wah sebelum kalian datang di sini temusnya hanya dua keh, saya dan H. Abdul Khalid Tambang”, begitu kenangnya. Ia menuturkan bagaimana repotnya karena personil tim sangat sedikit. Baru setelah itu, berdatangan dari Yaman (H. Muhamad Najid Rais) dari Cairo (H. Artiyanto Arsuni) dan kemudian di susul saya sendiri dari Khartoum, kota dua nil nan bersahaja.
Pak Imran sebagai kapten membagi kami yang hanya berjumlah 12 orang menjadi dua group, A dan B. Dengan berbekal pengalamannya sebagaimana pengakuannya, “saya bertugas sudah lebih dari lima kali”, sambil tersenyum dan menambahkan , “gak tahu lebihnya berapa kali”, tambahnya lagi. Saya taksir ya kira-kira lebih dari 20 kali (mudah-mudahan taksiran saya salah, he..he..). group A dengan komandan H. Hami, padang asli yang penyabar dan bijaksana, beranggotakan H. Kurdia, H. Asep, H. Shaleh Ibrahim, H. Afri (panggilan keren Artiyanto Arsuni) dan saya sendiri. Sementara di group B dengan komandan H. Purnomo, H. Suhaidir, H. Soleh, H. Abdul khalid Tambang dan H. Najib Rais. Ya itu tim kami saat gelombang pertama. nah pada gelombang kedua kami mendapat tambahan 4 orang, H. Bagis (keturunan saudagar Yaman), H. Anshor, H. Islamul Haq (keduanya asal sulawesi toh) dan Muhamad Hizbi (asli lombok metropilitan). Ya kira-kira itulah tim di sektor 7 terminal hijrah.
“mana bisnya keh?” tanya seorang petugas hijrah, “belum ada!” jawab yang lainnya. Sekitar itu percakapan inspirator hijrah, sehari-hari berkutat dengan bus-bus yang mendarat di padang hijrah (Soptco, Tamimi, Hafil, Abu Sarhad, Umul Quro, dll) berjuang melawan debu, terik mentari nan menyengat dan terpaan angim malam yang menusuk tulang. Kadang para petugas yang memakai pakaian biru dongker dan biru langit ini terkantuk-kantuk diatas kursi. Terang saja, dengan sistem jam kerja yang disepakati 24 on 24 off membuat para pahlawan hijrah harus berjuang keras menjaga gawang agar tidak kebobolan.
Sebut saja si C (nama samaran), saat-saat malam menjelang dini hari sekitar jam 03.00, mata terasa pedih dan rapat, di tambah satu bus yang ditunggu-tunggu tak kujung tiba. Manusiawi memang, kalau ia akhirnya melangkahkan kakinya dengan gontai menuju pesawat berlogo bulan sabit merah, berbaring disana dengan alas seadanya. Satu jam kemudian datang D (nama samaran), “bangun!bangun!gantian!” seru si D membangunkan sosok yang tergeletak nyenyak menikmati mimpi indah, bertemu saudara, family dan keluarga.
Banyak memang suka-duka di sini, semakin lama terasa asyik juga, sebagaimana di tuturkan seorang petugas, “kalau di nikmati, tugas seperti ini enak juga ya” lalu menambahkan, “nikmati aja, tugas seberat apaupun kalau di bawa enjoy ya enjoy”. Yap, setuju. Ngapain juga kita ngedumel, mencak-mencak, menyesali, memarahi keadaan de el el, yang ada malah nambah penyakit, tugas malas, darah naik, pikiran stress, tubuhpun cepat terkena beragam penyakit hebat (he…he…ngomel, marah, ngeluh dll). Enjoy, barangkali itulah yang menjadi spirit kami dalam bertugas, disamping spirit yang lainnya terlebih para petugas memaknai melayani tamu-tamu Allah (dhuyufurrahman) bermakna ibadah dalam artian nan luas.
Gelombang kedua para petugas baju biru berubah seragam. Berjaket tebal, baju berlapis-lapis (ada yang sampai lima pakaian..he..he..), kepala tak ketinggalan tertutup rapat, terutama bagian telinga wajibul kudu tertutup. Akhirnya, para petugas nampak seperti prajurit China 13 abad yang lalu, ha…ha…. seperti di Los Angles kata seorang petugas. Pasalnya, pada gelombang kedua, kota Madinah terutama di mahathoh hijrah super dingin. Kalau yang di siarkan Mabes yang katanya madinah hanya 22 derajat celcius, mungkin itu cuaca di tengah hari bolong sekitar jam 13.00-14.00. tapi, kalau sekitar jam 03.00-05.00 dini hari taksiran saya bisa sampai 17 atau 13 derajat celcius (semoga taksirannya salah he..he…).
Melihat dari fungsinya, mahathoh hijrah merupakan gerbang awal memasuki kota madinah. Para jamaah haji dari penjuru dunia yang akan memasuki kota madinah, melalui tempat ini, periksa paspor dan pengecekan pemondokan atau hotel yang akan di tempati jamaah haji selama berada di madinah. Lebih khusus bagi kami petugas dari Indonesia, mengawal dan memberi informasi cepat agar petugas yang di sektor bersiap siaga menyambut kedatangan jamaah haji indonesia di pemondokan.
Dari sejarah hijrah kalau kita lihat sekilas, memang Rasulullah sebelum memasuki jantung kota madinah beliau melalui tempat ini, bahkan di wilyah ini beliau singgah, sempat shalat dan mendirikan sebuah mesjid, mesjid quba namanya. Dalam sejarah Mesjid ini dijuluki mesjid yang pertama kali dibangun Rasulullah. Letak mesjid tidak jauh dari mahathoh hijrah sekitar 200-300 an meter. Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa telah bersuci (berwudhu) di rumahnya, kemudian mendatangi mesjid Quba lalu shalat di dalamnya dua rakaat, maka baginya sama dengan pahala umrah”. (Sunan Ibnu Majah no. 1412). Mesjid yang telah direnovasi ini sekarang menampung sekitar 20 ribu jamaah, jaraknya dari masjid nabawi sekitar 2,3km. Kami petugas sektor 7 Hijrah, biasa melaksanakan shalat jumat di mesjid ini. Pantas seorang petugas pernah mengungkapkan Hijrah bukan sekadar Hijrah.
<Kantor Sektor 7 Hijrah,
Senin 21 Desember 2009 M/4 Muharam 1431 H,
Pukul: 22.25><By.Gozali J Sudirjo>