Masih saja kita kerap keliru mengenai perbedaan antara najis dengan hadats. Termasuk saat talim (24/1/2011) kajian Fiqih Sunah di Mesjid As Swedy As Syifa Boarding School, saya ditanya seputar ini. Berikut penjelasan lebih detail, karena waktu itu waktunya cukup terbatas. Semoga bermanfaat.
Hadats adalah sebuah hukum yang ditujukan pada tubuh seseorang dimana karena hukum tersebut dia tidak boleh mengerjakan shalat. Hadats terbagi menjadi dua: Hadats Akbar yaitu hadats yang hanya bisa diangkat dengan mandi junub, dan Hadats Ashghar yaitu yang cukup diangkat dengan berwudhu atau yang biasa dikenal dengan nama ‘pembatal wudhu’.
Adapun najis adalah semua  perkara yang kotor dari kacamata syariat, karenanya tidak semua hal yang  kotor di mata manusia langsung dikatakan najis, karena najis hanyalah  yang dianggap kotor oleh syariat. Misalnya tanah atau lumpur itu kotor  di mata manusia, akan tetapi dia bukan najis karena tidak dianggap kotor  oleh syariat, bahkan tanah merupakan salah satu alat bersuci.
Najis terbagi menjadi tiga:
1. Najis Maknawiah, misalnya kekafiran. Karenanya Allah berfirman, “Orang-orang musyrik itu adalah najis,” yakni bukan tubuhnya yang najis akan tetapi kekafirannya.
2. Najis Ainiah, yaitu semua benda yang asalnya adalah najis. Misalnya: Kotoran dan kencing manusia dan seterusnya.
3. Najis Hukmiah, yaitu benda yang asalnya suci tapi menjadi najis karena dia terkena najis. Misalnya: Sandal yang terkena kotoran manusia, baju yang terkena haid atau kencing , dan seterusnya.
1. Najis Maknawiah, misalnya kekafiran. Karenanya Allah berfirman, “Orang-orang musyrik itu adalah najis,” yakni bukan tubuhnya yang najis akan tetapi kekafirannya.
2. Najis Ainiah, yaitu semua benda yang asalnya adalah najis. Misalnya: Kotoran dan kencing manusia dan seterusnya.
3. Najis Hukmiah, yaitu benda yang asalnya suci tapi menjadi najis karena dia terkena najis. Misalnya: Sandal yang terkena kotoran manusia, baju yang terkena haid atau kencing , dan seterusnya.
Dari perbedaan di atas kita bisa melihat  bahwa hadats adalah sebuah hukum atau keadaan, sementara najis adalah  benda atau zat. Misalnya: Buang air besar adalah hadats dan kotoran yang  keluar adalah najis, buang air kecil adalah hadats dan kencingnya  adalah najis, keluar darah haid adalah hadats dan darah haidnya adalah  najis.
Kemudian yang penting untuk diketahui  adalah bahwa tidak ada korelasi antara hadats dan najis, dalam artian  tidak semua hadats adalah najis demikian pula sebaliknya tidak semua  najis adalah hadats.
Contoh hadats yang bukan najis adalah  mani dan kentut. Keluarnya mani adalah hadats yang mengharuskan  seseorang mandi akan tetapi dia sendiri bukan najis karena Nabi  -alaihishshalatu wassalam- pernah shalat dengan memakai pakaian yang  terkena mani, sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah. Demikian pula  buang angin adalan hadats yang mengharuskan wudhu akan tetapi anginnya  bukanlah najis, karena seandainya dia najis maka tentunya seseorang  harus mengganti pakaiannya setiap kali dia buang angin.
Jadi, yang membatalkan thaharah hanyalah hadats dan bukan najis.
Karenanya jika seseorang sudah berwudhu  lalu dia buang air maka wudhunya batal, akan tetapi jika setelah dia  berwudhu lalu menginjak kencing maka tidak membatalkan wudhunya, dia  hanya harus mencucinya lalu pergi shalat tanpa perlu mengulangi wudhu,  dan demikian seterusnya.
Kemudian di antara perbedaan antara  hadats dan najis adalah bahwa hadats membatalkan shalat sementara najis  tidak membatalkannya. Hal itu karena bersih dari hadats adalah syarat  syah shalat sementara bersih dari najis adalah syarat wajib shalat.  Dengan dalil hadits Abu Said Al-Khudri dimana tatkala Nabi  -alaihishshalatu wassalam- sedang mengimami shalat, Jibril memberitahu  beliau bahwa di bawah sandal beliau adalah najis. Maka beliau segera  melepaskan kedua sandalnya -sementara beliau sedang shalat- lalu  meneruskan shalatnya. Seandainya najis membatalkan shalat tentunya  beliau harus mengulangi dari awal shalat karena rakaat sebelumnya batal.  Tapi tatkala beliau melanjutkan shalatnya, itu menunjukkan rakaat  sebelumnya tidak batal karena najis yang ada di sandal beliau. Jadi  orang yang shalat dengan membawa najis maka shalatnya tidak batal, akan  tetapi dia berdoa kalau dia sengaja dan tidak berdosa kalau tidak tahu  atau tidak sengaja.
Kesimpulan:
Dari uraian di atas kita bisa memetik beberapa perbedaan antara hadats dan najis di kalangan fuqaha` yaitu:
1. Hadats adalah hukum atau keadaan, sementara najis adalah zat atau benda.
2. Hadats membatalkan wudhu sementara najis tidak.
3. Hadats membatalkan shalat sementara najis tidak.
4. Hadats diangkat dengan bersuci (wudhu, mandi, tayamum), sementara najis dihilangkan cukup dengan dicuci sampai hilang zatnya.
Dari uraian di atas kita bisa memetik beberapa perbedaan antara hadats dan najis di kalangan fuqaha` yaitu:
1. Hadats adalah hukum atau keadaan, sementara najis adalah zat atau benda.
2. Hadats membatalkan wudhu sementara najis tidak.
3. Hadats membatalkan shalat sementara najis tidak.
4. Hadats diangkat dengan bersuci (wudhu, mandi, tayamum), sementara najis dihilangkan cukup dengan dicuci sampai hilang zatnya.
5. Hadats membatalkan wudhu, karena ia syarat sahnya shalat. Sedangkan najis tidak membatalkan wudhu, karena ia syarat wajib shalat.
Wallahu Ta’ala a’la wa a’lam.
Sumber: Fiqih Sunah dan sumber lainnya