Pesona Kaum Hawa

Dikalangan Romawi populer syair, “Belenggu wanita tidak bisa dicabut dan kebebasan mereka tidak bisa dilepas”. Begitulah masyarakat Romawi kala itu memperlakukan perempuan. Terpasung. Terkurung. Mereka dikira bukan manusia, tak punya rasa, akal dan nurani.
 
Romawi maju. Berkembang melesat. Belenggu sirna. Para wanita menghirup udara ‘kebebasan’. Mereka bebas tanpa batas. Sungguh kontras. Hal ini diungkap Kardinal Gerum (340-420 M), bahwa ada seorang wanita yang kawin untuk kedua puluh tiga kalinya dan pada saat yang sama ia adalah isteri kedua puluh satu dari suaminya yang terakhir!.
 
Sungguh realitas yang oleh sebagian orang tak dapat diterima nalar manusia. Betapapun, perilaku seperti itu amat sulit dicerna. Namun, begitulah mereka. Dengan dalih ‘kebebasan’ menjadi liar melebihi hewan.
 
Lain Romawi lain pula India. Wanita di negeri sungai Gangga ini tak jauh dari pendahulunya, Romawi. Bahkan layak disebut lebih mengenaskan. Dalam buku al Marah wa al Qonun karya Dr. Muhammad As Siba’i diungkap bahwa wanita India tidak mempunyai hak hidup setelah kematian suaminya. Setiap wanita harus ikut dibakar hidup-hidup bersama mayat suami diatas kobaran api yang sama!.
 
Hal yang sama dianut Yahudi, Kristen, China, Persia, Yunani dan Arab jahiliyah. Dalam frame mereka Kaum Hawa ibarat binatang piaraan yang bisa disantap kapan saja. Tidak dapat hak waris bahkan dikubur hidup-hidup karena aib dan penyebab petaka. Senada dengan itu statmen Paus Sustam, “Wanita adalah sumber kejahatan dan godaan yang tak terelakan, penyakit yang digemari, sumber bahaya bagi keluarga dan rumah tangga, kesenangan yang membinasakan, dan bencana yang menyelimuti”.
 
Bukti kontradiktif aturan mereka dengan fitrah manusia jelas tergambar dari tulisan wanita Perancis, Armandine Losiel Aror. Tulisanya bukti penghinaan terhadap wanita dan pengingkaran terhadap keberadaan akal dan pikiran perempuan!. Sungguh kelam dan durjana sejarah mereka.
 
Kini kita beralih pada cahaya Islam. Kita salami nikmatnya wanita dalam naungan Islam. Kaum hawa dalam frame Islam bertabur pesona. Laksana taman bunga nan indah; dijaga, dielu dan dihormat. Mereka adalah unsur penting kebangkitan, ketahanan dan keselamatan masyarakat. Mereka punya andil maha dahsyat melahirkan para pahlawan besar yang menggetarkan dunia. Pesona mereka semerbak dan bertabur indah dalam relung-relung kehidupan.

Wanita; Pesona Keluarga

Keinginan yang menggebu menjadi pesona keluarga adalah cita-cita mulia. Untuk melestarikan asa itu tentu tidak gampang. Selaksa rumah tangga yang dibangun sejak awal mesti atas dasar taqwa dan menebar semangat robbani yang harum didalamnya. “Dan ingatlah apa yang dibacakan dirumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sungguh Allah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Ahzab: 34)
 
Ukhti muslimah yakin bahwa asas perbaikan umat adalah perbaikan rumah tangga, sedangkan perbaikan rumah tangga dimulai dari pembenahan pribadi para pemudi. Sebab wanita adalah guru dunia. Dialah yang menggoyang tempat lahir dengan tangan kanannya dan menggoncangkan dunia dengan tangan kirinya!.
 
Betapa maha guna peran wanita dalam keluarga. Pesonannya akan semakin terpancar saat rumah menjelma istana kerajaan sedang ia adalah ratunya. Rasulullah Saw bersabda: “Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya”. (Dikutip dari al Akhwat al Muslimat Makanatan wa Dauron karya Mahmud Muhammad al Jauhari)
 
Wanita tidak akan dapat mengatur dan mengelola rumah suaminya dengan baik, juga tidak layak menjadi ratu didalamnya, kecuali bila ia memfokuskan hati dan akal pikiran. Keluarga perhatian utama. Tidak keluar sekadar urusan kekanak-kanakan, hal-hal sepele dan murahan. Bukankah membina generasi pilihan adalah maha utama?  Bukankah bangunan peradaban diukir lewat jemari lentik perempuan? Dan bukankah muslimah berdaya ialah yang konsen memformat bingkai generasi?

Tentunya, meski ada penopang agar pesona keluarga tetap bersinar, tidak redup, bahkan padam. Penopang ini benama “suami”. Menyokong, membantu dan turut terjun menata generasi. Garis horizontal ialah hubungan pria dan wanita. Keduanya bukan untuk saling menyaingi atau bahkan menguasai. Tidak, sekali lagi tidak! Tapi sebaliknya, saling bantu, take and give dan saling mengisi kekurangan masing-masing. Pola inilah yang diajarkan al Quran. “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain”. (QS. At Taubah: 71)

Wanita; Pesona Masyarakat
Masyarakat adalah lingkungan sekitar. Berbagai tradisi dan aturan yang ada didalamnya. Muslimah yang penuh pesona berusaha ikut serta membangun lingkungan. Melestarikan benih kebaikan. Memupuk subur adat istiadat yang menumbuhkan kemuliaan dan menumbuhkan sikap saling tolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
 
Simak generasi pertama wanita Islam. Fatimah az Zahra, Ummu Sulaim, ‘Aisyah Umul Mukminin, Hamnah binti Jahsyin, Ummu Aiman dan shohabiyat lainnya. Kiprah mereka dimasyarakat melegenda. Kepedulian mereka terhadap hajat orang banyak dicatat sejarah. Tanpa pamrih mereka bahu-membahu mencipta lingkungan robbani; adil, aman dan sentosa.
 
Alkisah Ummu ‘Athiyyah ikut berperang bersama Rasul sebanyak tujuh kali!. Setiap pertempuran yang diikuti ia berjibaku dengan darah. Luka para prajurit perang ia obati. Selain itu, ia sungguh telaten penuhi segala kebutuhan para pejuang!. (At Thobaqot al Kubro, VIII: 455).

Peran beliau dalam kancah perang sungguh tak terlukis kata-kata. Saat ini lingkungan sekitar terbentang lebar. Ia menanti kiprah muslimah sejati. Hanya wanita mulia penuh pesona yang bisa melakukan. Dengan segenap kelembutan menata sekitar, karena ia ada pesona terpancar.

Teladan; Pesona Perempuan
Pesona itu bernama “Teladan”. Tanpanya semua tersia. Ia tidak akan memiliki pengaruh ditengah masyarakat, kecuali bila memiliki kepribadian yang kuat. Kepribadian yang kuat terlahir dari teladan sejati. Keteladanan sejati bukan sekadar sempurna berpakaian, diam di rumah dan sikap sopan. Namun lebih dari itu, ia mesti diiringi dengan menjadikan seluruh amal, gerak dan isyarat sebagai idealisme maha luhur. Idealisme yang menjelma menjadi kebiasaan yang melekat.
 
Keteladanan seperti itulah yang dapat mengilhami dan membangkitkan semangat orang lain. Membangun rumah tangga ideal. Menata lingkungan yang baik dan masyarakat mulia. Karena keberadaannya dalil terfasih dan pengaruh terkuat dibanding ucapan dan nasihat. Dalam hal ini Muhammad al Jauhari pernah berpesan: “Kondisikan dirimu untuk komitmen pada prinsip-prinsip kebaikan, sebab dengan begitu anda membuat contoh yang akan ditiru oleh anak-anakmu”.
 
Fatimah az Zahra dikenang sejarah. Ia adalah sosok wanita yang dalam setiap nafas hidupnya teladan agung yang patut ditiru. Penyair Pakistan Dr. Muhammad Iqbal mengenang:
Dia adalah putri kesayangan
Sang makhluk pilihan dan sang penebar hidayah
bagi mereka yang menghendakinya
Seolah dia menghidupkan kembali jiwa-jiwa
yang tertidur setelah matinya

Dakwah; Pesona Muslimah
Dakwah ilallah adalah derajat kehormatan para nabi, para Rasul dan tugas mulia yang seharusnya menjadi kesibukan seseorang. Allah Swt berfirman: “Siapakan yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru pada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata, ‘Sungguh aku termasuk orang-orang yang berserah diri’”. (QS. Fusilat: 33). Karenanya, ukhti muslimah harus melakukan dakwah, menyeru manusia agar mengikuti ajaran Allah Swt selama ada jalan dan kemampuan.

Ummu Sulaim mengerti betul lahan dakwah kala itu. Ia bertanya: “Hai Abu Thalhah, apakah engkau sadar Tuhan yang engkau sembah adalah kayu?”
“Ya, saya sadar!”
“Terus apakah engkau tidak malu punya tuhan seperti itu?”
Abu Thalhah tersentak! Dan masuk Islam seketika. Setelah masuk Islam lamaran Abu Thalhah diterima Ummu Sulaim. Sungguh luhur sikapnya. Mampu membaca peluang dakwah. Kecil-besar moment dakwah perlu diberdayakan kapanpun dan dimanapun.
 
Seorang tokoh berkata bahwa bangsa ini rusak bukan hanya karena tindakan syetan yang membabi buta, melainkan juga karena orang-orang baik memilih untuk diam. Ini adalah teguran yang sangat dalam. Bergerak dan memaksimalkan potensi yang dimiliki adalah solusi. Mungkin ada yang merasa perannya tidak besar dalam dakwah ini. Memang, banyak wanita tidak menyadari. Ternyata, sosok muslimah dengan kebaradaanya saja bisa memberi pengaruh signifikan dilingkungannya!. 
   
Nampaknya pesona wanita tiada tara. Kehadirannya sungguh luar biasa. Penuh pesona atau malah sebaliknya sumber petaka. Keduanya bisa saja menjelma dalam keluarga, masyarakat bahkan Negara. Tinggal kembali kepada diri dan nurani masing-masing. Sanggupkah mengusung pesona nan mulia? Atau terhempas ke jurang nista?   

*) Dimuat di Majalah Percikan Iman (MaPI) Bandung bulan Juli 2006 

Silahkan tulis komentar Anda disini!

Your email address will not be published. Required fields are marked *