referensimuslim.com – Tak terasa kita segera menginjak tahun baru Islam, 1 Muharram 1433 Hijriah. Dalam Islam, antara bulan satu dan bulan lainnya mempunyai kekhususan tertentu. Apa saja keutamaan bulan Muharram?
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Oleh karena itu salah satu momentum yang sangat penting bagi umat Islam yaitu menjadikan pergantian tahun baru Islam sebagai sarana umat Islam untuk muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan dan rencana ke depan yang lebih baik lagi. Momentum perubahan dan perbaikan menuju kebangkitan Islam sesuai dengan jiwa hijrah Rasulullah saw dan sahabatnya dari Makkah dan Madinah.
Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Allah Ta’ala berfirman yamg artimya: “Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram,” (QS. At Taubah: 36)
Kata Muharram artinya ‘dilarang’. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam datang, bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.
Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (syahrullah). Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan Nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan bershaum. Kemudian Rasulullah saw menetapkan shaum pada tanggal 10 Muharram sebagai rasa syukur atas pertolongan Allah. Shaum sunah ini kita kenal dengan “Shaum ‘Asyuro”
Rasulullah Saw bersabda, “Shaum ‘Asyuro itu menghapus dosa satu tahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)
Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga bershaum. Shaum 10 Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah menjadi sunnah setelah turun kewajiban shaum Ramadhan.
Rasulullah saw. bersabda: Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Nabi saw ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi bershaum satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “ Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as bershaum sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasul saw berkata, “Aku lebih berhak mengikuti Musa as daripada mereka.” Maka beliau bershaum dan memerintahkan (umatnya) untuk bershaum” (HR Bukhari).
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baiknya shaum setelah Ramadhan adalah shaum pada bulan Allah, Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim)
Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya bershaum, tetapi Rasulullah saw memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar shaum hari ‘Asyura diikuti oleh shaum satu hari sebelum atau sesudah shaum hari ‘Asyura.
Secara umum, shaum Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, bershaum tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu shaum tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, bershaum pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu shaum tanggal: 9 dan 10, atau 10 dan 11. Ketiga, shaum pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah saw memerintahkan untuk shaum pada hari ‘Asyura para shabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya Allah kita akan bershaum hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim).
Landasan shaum tanggal 11 Muharram didasarkan pada keumuman dalil keutamaan bershaum pada bulan Muharram. Di samping itu sebagai bentuk kehati-hatian jika terjadi kesalahan dalam penghitungan awal Muharram.
Selain bershaum, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadist, namun ulama seperti Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu baik untuk dilakukan. Wallohu alam bi shawwab