Dibaca: 687
ReferensiMuslim.Com – Dalam kaidah umum syariah Islam bahwa segala sesuatu (muamalah) hukum asalnya adalah boleh, selama tidak ada dalil yang melarangnya. termasuk MLM adalah salah satu bentuk muamalah yang ada saat ini. oleh karenanya, pada dasarnya jenis jual beli yang menggunakan sistem MLM tidak menjadi masalah. selama tidak ada hal-hal yang dilarang oleh syariah dalam praktik MLM tersebut. hal-hal yang dilarang dalam muamalah jual beli adalah apabila ada unsur riba, gharar (penipuan), jahalah (sesuatu yang tidak pasti), dzulm (ada unsur menyakiti/aniaya kepada pihak yang terkait dengan muamalah jual beli tersebut).
Sebagaimana yang diketahui, bahwa MLM sendiri mempunyai berbagai macam bentuk. ada yang menjadikan barang keperluan sehar–hari sebagai komoditi dalam MLM itu, ada yang jual beli jasa. mengenai alat komoditi ini, selama barang atau jasa yang dijadikan komoditi dalam MLM itu bukan merupakan suatu yang haram atau diharamkan, maka tidak menjadi masalah. Mengenai transaksi dalam MLM, seperti yang ada dalam kaidah umum syariah di atas, bahwa segala bentuk muamalah pada dasarnya adalah boleh, selama tidak dalil yang melarangnya. masuk dalam katagori muamalah adalah transaksi. termasuk transaksi dalam MLM selama ia terpenuhi rukun dan syaratnya, dan tidak ada unsur-unsur yang diharamkan oleh syariah, maka pada dasarnya adalah boleh. yaitu tidak ada riba, gharar, dhulm, jahalah. jika dalam transaksi dalam suatu muamalah terdapat hal-hal yang dilarang oleh syariah, maka transaksi itu batal atau haram hukumnya. dan itu tidak hanya pada MLM saja, melain semua jenis transaksi, baik transaksi jualbeli yang tidak menggunakan sistem MLM sekalipun.
Memahami hukum syariahnya
Sebelum seseorang (sama ada orang awam, orang terpelajar/ perpengetahuan, sampai ustadz sekalipun) apabila hendak mengikuti atau gabung dalam bisnis MLM, seharusnya lah ia memahami secara betul tentang masalah itu. oleh karenanya, Alangkah baiknya bila seorang muslim menjalankan MLM yang sudah ada legalisasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak sekedar mencantumkan label dewan syariah, melainkan fungsi dewan syariah itu benar-benar berjalan. Sehingga syariah bukan hanya sekedar label dan nama. maknanya, kalau kita datangi office-nya, maka ustaz yang mengerti masalah syariahnya itu ada dan siap menjelaskan letak halal dan haramnya.
Kepada pengawas syariah itu anda berhak menanyakan dasar hukum kehalalan produk dan sistem MLM itu. Mintalah kepadanya dalil atau hasil kajian syariah yang lengkap untuk anda pelajari dan bandingkan dengan para ulama yang juga ahli dibidangnya. Itulah fungsi dewan pengawas syariah pada sebuah perusahaan MLM. Jadi seseorang tidak terlalu mudah untuk mengatakan bahwa suatu MLM adalah halal/sesuai syariah, atau seseorang tidak terlalu mudah mengatakan bahwa MLM itu haram, sebelum yakin dan tahu persis bagaimana dewan syariah di perusahaan itu memastikan kehalalannya.
Keuntungan upline dari downline
Secara umum, mengambil keuntungan dalam sebuah mata rantai pemasaran tidak terlarang. Bahkan komisi itulah yang selama ini mendasari setiap bentuk pemasaran produk, mulai dari pabrik ke distributor, agen hingga ke tingkat pengecer. Ketika seseorang yang ada di upline, mendapat keuntungan dari downline, sebenarnya keuntungan itu tidak didapat begitu saja tanpa usaha, yang mungkin secara kasat mata seolah-olah mengambil keuntungan dari usaha orang lain, tapi sebenarnya masih ada mata rantai dari usaha yang dilakukan oleh upline. Dia mendapatkan keuntungan dari para downline nya, sebenarnya tidak lepas dari usaha dia (upline), dimana ia mencari orang-orang untuk menjadi member untuk ikut membeli dan menjual produk-produk itu. Artinya Bedanya antara jual beli biasa dengan sistem MLM nyaris tidak ada, kecuali di dalam sistem MLM, semua pengecer, bahkan sampai tingkat konsumen selalu diiming-imingi untuk jadi stokis, agen, distributor atau lainnya, dengan diberi impian-impian yang muluk-muluk, terkadang sampai tidak masuk akal. Nah, trik dalam penawaran ini mungkin yang perlu diperhatikan, jangan sampai terjebak pada penipuan yang diharamkan.
Over price
Harga ada dua macam, harga yang adil dan hal itu adalah boleh/jaiz, dan harga yang dhalim, dan itu dilarang. Harga yang adil adalah harga yang sebagaimana ada dipasaran, yang dikenal oleh masyarakat secara umum. Dimana semua lapisan masyarakat membeli barang dengan harta itu. Adapun harga yang dhalim adalah harga di atas rata-rata yang ada dipasar atau masyarakat, sehingga masyarakat merasa terpaksa dan terdhalimi jika membeli barang dengan harga tersebut. Akan tetapi jika harga barang dalam satu tempat menjadi tinggi disebabkan karena pasar, mungkin karena jumlah barang sedikit atau langka, maka hal itu tidak menjadi masalah. akan tetapi jika naiknya suatu harga karena ada unsur monpoli, penimbun, maka itu diharamkan. Termasuk dalam MLM juga seperti itu, ada MLM dimana produk yang dipasarkan dengan harga yang di luar harga pasar, dan para member yang menjadi pengikut MLM itu terpaksa harus membeli produk itu karena adanya iming-iming yang menggiurkan. Mungkin inilah salah satu unsur kedhaliman yang ada dalam sebagian MLM.
Kesimpulan
Kesimpulannya bahwa, dalam mensikapi bisnis ala MLM, perlu adanya pemahaman secara baik,benar dan utuh, karena tidak semua MLM sama dalam menjalankan bisnisnya, jika ditinjau dari segi barang yang dijual, bentuk transaksi yang dijalankan. sehingga dalam menetapkan hukum pun juga berbeda antara satu MLM dengan MLM yang lain dikarenakan ada perbedaan dalam hal produk yang dijadikan komuditi, dan bentuk transaksi yang diterapkan. jika terbukti bahwa dalam suatu bisnis, apapun bentuknya, termasuk MLM, jika terdapat unsur-unsur yang diharamkan syariat, maka bisnis tersebut haram hukumnya. namun jika tidak ada hal-hal yang dilarang oleh syariah, maka pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah boleh, sampai ada dalil yang menerangkan atas keharamannya.
Yang perlu diperhatikan juga adalah jangan memaksakan dalil. menggunakan dalil yang tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering kita dengar banyak orang yang membuat keterangan yang kurang tepat. Misalnya bahwa Rasulullah SAW itu profesinya adalah pedagang. Yang benar adalah beliau memang pernah berdagang dan ketika masih kecil memang pernah diajak berdagang. Dan itu terjadi jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun. Namun setelah menjadi nabi, beliau tidak lagi menjadi pedagang. Pemasukan (ma`isyah) beliau adalah dari harta rampasan perang/ ghanimah, bukan dari hasil jualan atau menawarkan barang dagangan, juga bukan dengan sistem MLM.
Lagi pula kalaulah sebelum jadi nabi beliau pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya bukan MLM. Dan Khadidjah ra itulah buknalah Up-linenya sebagaimana Maisarah juga bukan downline-nya. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah masalah etika dalam penawaran, Salah satu hal yang paling `mengganggu` dari sistem pemasaran langsung adalah metode pendekatan penawarannya itu sendiri. Karena memang di situlah ujung tombak dari sistem penjualan langsung dan sekaligus juga di situlah titik yang menimbulkan masalah.
Biasanya para distibutor selalu diberikan semangat untuk mencari calon pembeli. Istilah yang sering digunakan adalah prospek. Sering hal itu dilakukan dengan tidak pandang bulu dan suasana, misalnya kepada teman akrab, atau orang yang baru kenal, sehingga karena cara yang digunakan kurang tetap, atau tidak mengindahkan etika, justru berdampak pada buruknya hubungan antara teman.
Untuk pendalaman materi ini silahkan DOWNLOAD artikel berikut, semoga bermanfaat!
Download : MULTI LEVEL MARKETING (MLM) DALAM KAJIAN FIQH MUAMALAH
Download : Perbedaan Bisnis MLM, Money Game dan Skema Piramid
Link: syariahonline.com
Related Post