Calon Suami Bekerja di Asuransi Konvensional

ReferensiMuslim.Com – Seorang pria menyatakan keinginannya untuk melamar saya, tapi yang memberatkan untuk menerimnya adalah ia bekerja di asuransi konvensional.

Asslamu’alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Seorang pria menyatakan keinginannya untuk melamar saya, tp yang memberatkan untuk menerimnya adalah ia bekerja di asuransi konvensional. saya khawatir uang yang didapatkannya masih dlm kategori diragukan kehalalannya krn dia bekerja di perusahaan tsb. walau dia pernah bilang bhw dia berkeinginan untuk menerapkan sistem syariah di kantornya (dibukanya cabang baru). tapi sampai sekarang belum terealisasi.
Dia menyampaikan niatnya ini setahun yang lalu, dulu saya pernah nyatakan bhw saya tdk bisa menerima dia krn pekerjaannya itu. tapi sekarang dia kembali menghubungi.  Bagaimana pendapat ustad?
Wassalamu’alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh
Jawaban:  Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d
Asuransi konvensional memang menggunakan cara-cara ribawi di dalam prakteknya, sehingga transaksi dan pemasukannya memang merupakan bentuk yang diharamkan dalam Islam.
Pendapat bahwa asuransi konvensional itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i (mufti Mesir”).

Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:

  1. Asuransi sama dengan judi
  2. Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
  3. Asuransi mengandung unsur riba/renten.
  4. Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
  5. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
  6. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
  7. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.

Dan memang dari segi bentuk transaksi dan praktek ekonomi syariat Islam, asuransi konvensional hasil produk non Islam ini mengandung sekian banyak cacat syar`i, antara lain :
  1. Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada waktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.
  2. Akad asuransi ini adalah akad idzan (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung.
  3. Mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
  4. Pada perusahaan asuransi konvensional, uang masuk dari premi para peserta yang sudah dibayar akan diputar dalam usaha dan bisnis dengan praktek ribawi.
    Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
Karena itu sebagai muslim yang baik, tentu tidak akan mengotori hartanya dengan menjadi pegawai dan bekerja pada lembaga yang menjalankan praktek haramnya. Dan jalan terbaik adalah dengan mengkonversi sistemnya menjadi syariah, meski memerlukan proses.

Anda sudah baik bila sejak dini telah berhati-hati dalam memilih suami dan mempertanyakan darimana dia mendapatkan nafkahnya. Untuk itu anda bisa disebut sebagai wanita yang shalihah yang tidak rela diberi nafkah dari jalan yang tidak sesuai dengan aturan Allah SWT. Namun bila calon suami anda mengatakan bahwa sistemnya akan dikonversi menjadi syariah, tentu ini kabar baik buat anda. Karena kedua kepentingan bisa disatukan. Asal anda bisa pastikan bahwa konversi itu memang akan menjadi kenyataan, bukan sekedar promise yang tidak jelas kapan terjadinya.

Dan untuk itu anda perlu tegaskan kepada calon suami anda untuk berani mengambil resiko pindah kerja bila dalam jangka waktu tertentu, sistemnya belum berubah menjadi Islam.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Sumber:  syariahonline.com

Berbagi dengan Admin Follow @referensimuslim atau @GozaliSudirjo

Silahkan tulis komentar Anda disini!

Your email address will not be published. Required fields are marked *