Perkembangan Asuransi Syariah

ReferensiMuslim.Com – Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang ini sesungguhnya belum dikenal pada periode awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan secara apriori bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal. Walaupun secara jelas mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal pada periode awal Islam, akan tetapi terdapat beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan sistem ’aqilah. Sistem tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab sebelum lahirnya Rasulullah SAW Kemudian pada zaman Rasulullah SAW atau pada masa periode awal Islam sistem tersebut dipraktekkan di antara kaum Muhajirin dan Anshar. Sistem ’aqilah adalah sistem menghimpun para anggota keluarga besar untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dikenal sebagai “kanz”. Tabungan ini bertujuan untuk memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja dan untuk membebaskan hamba sahaya.

Kemunculan usaha perasuransian syariah tidak dapat dilepaskan dari keberadaan usaha perasuransian konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujudnya usaha perasuransian syariah, terdapat berbagai macam perusahaan asuransi konvensional yang telah lama berkembang. Jika ditinjau dari segi hukum perikatan Islam asuransi konvensional hukumnya haram. Hal ini dikarenakan dalam operasional asuransi konvensional mengandung unsur gharar (ketidakpastian), maysir (spekulasi/gambling) dan riba(bunga). Pendapat ini disepakati oleh banyak ulama terkenal dunia seperti Yusuf al-Qaradhawi, Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Bakhil al-Muth’i, Abdul Wahab Khalaf, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa, dan Muhammad Nejatullah Siddiqi. Namun demikian, karena alasan kemaslahatan atau kepentingan umum sebagian dari mereka membolehkan untuk sementara belum ada alternatif yang sesuai syariah beroperasinya asuransi konvensional [4].
Di Malaysia, pernyataan bahwa asuransi konvensional hukumnya haram diumumkan pada tanggal 15 Juni 1972 di mana Jawatan Kuasa Fatwa Malaysia mengeluarkan keputusan bahwa praktik asuransi jiwa di Malaysia hukumnya menurut Islam adalah haram. Selain itu Jawatan Kuasa Kecil Malaysia dalam kertas kerjanya yang berjudul ”Ke Arah Insurans Secara Islami di Malaysia” menyatakan bahwa asuransi masa kini mengikuti cara pengelolaan Barat dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran Islam [5].
Dalam rangka pengembangan perekonomian umat jangka panjang, masyarakat muslim perlu konsisten mengaplikasikan prinsip-prinsip perniagaan syariah berdasarkan nash-nash (teks-teks dalil agama) yang jelas atau pendapat para pakar ekonomi Islam. Untuk itu usaha perasuransian berlandaskan prinsip syariah merupakan lembaga ekonomi syariah yang dapat membawa umat Islam ke arah kemakmuran patut diwujudkan dan merupakan sebuah keniscayaan.
Berdasarkan pemikiran bahwa asuransi konvensional hukumnya adalah haram, maka kemudian dirumuskan bentuk asuransi yang terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam tersebut di atas yaitu gharar, maisirdan riba. Berdasarkan hasil analisis terhadap hukum (syariat) Islam dapat disimpulkan bahwa di dalam ajaran Islam termuat substansi perasuransian. Asuransi yang termuat dalam substansi hukum Islam tersebut ternyata dapat menghindarkan prinsip operasional asuransi dari unsur gharar, maisir dan riba.
Dengan adanya keyakinan umat Islam di dunia dan keuntungan vang diperoleh melalui konsep asuransi syariah, lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang menjalankan usaha perasuransian berlandaskan prinsip syariah. Perusahaan yang mewujudkan asuransi syariah ini bukan saja perusahaan yang dimiliki orang Islam, namun juga berbagai perusahaan milik non-muslim serta ada yang secara induk perusahaan berbasis konvensional ikut terjun usaha memberikan layanan asuransi syariah dengan membuka kantor cabang dan divisi syariah.
Seiring dengan bergulirnya waktu dan ijtihad para pemerhati ekonomi Islam secara kontinyu, akhirnya mereka sampai kepada sebuah konsep yang dapat disepakati bersama serta menjadi acuan perasuransian syariah di dunia. Konsep tersebut populer dengan nama asuransi mutual, kerja sama (ta’awuni), atau takmin ta’awuni. Konsep Asuransi Ta’awuni merupakan rekomendasi fatwa Muktamar Ekonomi Islam yang bersidang kali pertama tahun 1976 M di Mekah. Peserta hampir 200 orang dari kalangan ulama. Kemudian dikuatkan lagi dalam sidang Majma’ Fiqh Islami ‘Alami (Lembaga Fiqih Dunia) pada 21 Desember 1985 di Jeddah yang memutuskan pengharaman Asuransi Jenis Perniagaan (Komersial). Majma’ Fiqih juga secara ijma’ mengharuskan dioperasikannya usaha perasuransian jenis kerja sama (ta’awuni) sebagai alternatif menggantikan jenis asuransi konvensional serta menyerukan umat Islam dunia menggunakan asuransi ta’awuni [6]. Dalam rangka menindaklanjuti fatwa tersebut dan kebutuhan umat terhadap asuransi berdasarkan hukum Islam, Pada dekade 70-an di beberapa negara Islam atau di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam. Pada tahun 1979 Faisal Islamic Bank of Sudan memprakarsai berdirinya perusahaan asuransi syariah Islamic Insurance Co. Ltd. di Sudan dan Islamic Insurance Co. Ltd. di Arab Saudi. Keberhasilan asuransi syariah ini kemudian diikuti oleh berdirinya Dar al-Mal al-Islami di Geneva, Swiss dan Takaful Islami di Luxemburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas dan al-Takaful al-Islami di Bahrain pada tahun 1983. Di Malaysia, Syarikat Takaful Sendirian Berhad berdiri pada tahun 1984 [7]. Selanjutnya diikuti oleh negara-negara lain seperti Bahrain, UAE, Brunei, Singapura, dan Indonesia.
Di Indonesia, Asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak perusahaan yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga pada tahun 1994 dan PT Asuransi Takaful Umum pada tahun 1995. Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi berlandaskan syariah sebenarnya sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya takaful dan makin kuat setelah diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Dengan beroperasinya Bank-bank Syariah dirasakan kebutuhan akan kehadiran jasa asuransi yang berdasarkan syariah pula. Berdasarkan pemikiran tersebut Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) pada tanggal 27 Juli 1993 melalui Yayasan Abdi Bangsa bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan perusahaan Asuransi Tugu Mandiri sepakat memprakarsai pendirian asuransi takaful [8].
Saat ini perusahaan asuransi yang benar-benar secara penuh beroperasi sebagai perusahaan asuransi syariah ada tiga, yaitu Asuransi Takaful Keluarga, Asuransi Takaful Umum, dan Asuransi Mubarakah. Selain itu ada beberapa perusahaan asuransi konvensional yang membuka cabang syariah di antaranya seperti Prudential Syariah, MAA, Great Eastern, Tripakarta, Beringin Life, Bumiputra, Dharmala, dan Jasindo.
Catatan Kaki:
 [4] Jafril Khalil, Asuransi Syariah dalam Perspektif Ekonomi: Sebuah Tinjauan,Jurnal Hukum Bisnis Volume 22, Nomor 2 Tahun 2003, hlm. 46.
[5] Karnaen A. Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Usaha Kami, Depok, 1996, hlm. 230.
[6] Wabbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al- Islami wa Adillatuhu, Darul Fikr, Damaskus, 1984, hlm. 5/3423
[7] M. Abdul Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam (Islamic Economics, Theory and Practice), Diterjemahkan oleh M. Nastangin, PT Dana Bhakti,Wakaf, Yogyakarta, 1997, hlm. 305.
[8] Training & Development Department, BasicTraining Modul 2002, Training & Development Department Asuransi Syariah Takaful, Jakarta, 2002, hlm. 20.

Sumber: dakwatuna.com

Berbagi dengan Admin Follow @referensimuslim atau @GozaliSudirjo

Silahkan tulis komentar Anda disini!

Your email address will not be published. Required fields are marked *