ReferensiMuslim.Com– Para ulama sepakat bahwa permainan catur yang disertai taruhan, yang kalah membayar kepada yang menang berupa materil ataupun immateril hukumnya adalah haram dan termasuk qimar (perjudian).
Para ulama juga sepakat bahwa permainan catur yang melalaikan dari melaksanakan kewajiban terhadap Allah, serta kewajiban terhadap manusia hukumnya juga haram.
Pertanyaan:
Assalmu’alaikum Ustadz, ana mau menanyakan perihal hukum permainan catur, apakah benar kalo permainan catur itu diharamkan dalam islam, mohon penjelasannya. Syukron, jazakallah ustd.
Jawaban:
Ukhti yang dirahmati Allah Swt, Permainan catur telah dikenal lama oleh umat Islam, sejak masa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang memandang hukumnya, antara mubah, makruh dan haram.
Mereka yang mengharamkan beralasan dengan beberapa hadis Nabi s.a.w. Namun para pengkritik dan penyelidiknya menolak dan membatalkannya. Mereka menegaskan, bahwa permainan catur hanya mulai tumbuh di zaman sahabat. Oleh karena itu setiap hadis yang menerangkan tentang catur di zaman Nabi adalah hadis-hadis yang dipandang lemah atau dhaif.
Para sahabat sendiri berbeda dalam memandang masalah catur ini. Ibnu Umar menganggapnya sama dengan dadu. Sedang Ali memandangnya sama dengan judi. (Mungkin yang dimaksud, yaitu apabila dibarengi dengan judi). Sementara ada juga yang berpendapat makruh.
Dan di antara sahabat dan tabi’in ada juga yang menganggapnya mubah. Di antara mereka itu ialah: Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Ibnu Sirin, Hisyam bin ‘Urwah, Said bin Musayyib dan Said bin Jubair.
Inilah pendapat orang-orang kenamaan yang dikutip Dr. Yusuf Qaradhawy dalam bukunya, “Halal dan Haram dalam Islam.” Sebab menurut hukum asal, sebagaimana telah kita ketahui, adalah mubah. Sedang dalam hal ini tidak ada satu nas/dalil tegas yang menerangkan tentang haramnya. Dan pada catur itu sendiri melebihi permainan dan hiburan biasa. Di dalamnya terdapat semacam olah raga otak dan mendidik berfikir. Oleh karena itu tidak dapat disamakan dengan dadu. Dan justru itu pula mereka mengatakan: yang menjadi ciri daripada dadu ialah untung-untungan (spekulasi), jadi sama dengan azlam. Sedang yang menjadi ciri dalam permainan catur ialah kecerdasan dan latihan, jadi sama dengan lomba memanah.
Namun tentang kebolehannya Dr. Qardhawy mensyaratkan:
1. Karena bermain catur, tidak boleh menunda-nunda sholat atau ibadah lainnya , sebab perbuatan yang paling bahaya ialah melalaikan waktu.
2. Tidak boleh dicampuri perjudian, taruhan atau semisalnya.
3. Ketika bermain, lidah harus dijaga dari ucapan kotor, cabul dan ucapan tidak pantas lainnya.
Kalau ketiga syarat ini tidak dapat dipenuhinya, maka dapat dihukumi haram.
Keterangan tambahan, berikut adalah dalil yang berpendapat mengharamkan dan yang membolehkan:
Pendapat pertama: Para ulama mazhab maliki dan hanbali mengharamkan permainan catur [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, jilid XXXV, hal. 269].
Yang menjadi dalil pendapat ini:
1. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu saat melewati orang yang sedang bermain catur, ia berkata,
مَا هَذِهِ التَّمَاثِيْلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ
“Patung-patung apakah ini yang kalian tekun berdiam dihadapannya?” (HR. Ibnu Abi Syaibah. Atsar ini dinyatakan shahih oleh Imam Ahmad).
Tanggapan: Dalil ini tidak kuat menujukkan larangan permainan catur, karena bisa jadi Ali radhiyallahu ‘anhu melarang mereka bermain catur disebabkan bidak permainan catur berupa patung kuda, atau dia melarang karena mereka bermainan terlalu lama, karena Ali mengatakan, “Kalian tekun berdiam di hadapannya.”
Jadi, larangan tersebut bukan karena materi permainannya. Jika bidaknya tidak terdapat salib dan tidak menyerupai patung orang, ataupun hewan, maka main catur boleh [Dr. Sa’ad Asy-Syatsri, Al-Musabaqat wa Ahkamuha fisy Syariah Al Islamiyah, hal. 228].
2. Dalil yang juga mengharamkan permainan catur bahwa permainan ini sama dengan permainan dadu, yaitu dapat melalaikan dari melakukan kewajiban shalat [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, jilid XXXV, hal. 270].
Tanggapan:Dalil ini juga tidak kuat, karena terdapat perbedaan antara permainan catur dengan dadu. Permainan dadu asasnya adalah untung-untungan berbeda dengan catur di mana terdapat unsur berpikir dan perhitungan untuk memenangkan sebuah permainan [Dr. Sa’ad Asy-Syatsri, hal. 228].
Pendapat kedua: Para ulama mazhab hanafi dan syafi’i tidak mengharamkan permainan catur.
Para ulama ini berdalil bahwa tidak ada dalil yang melarang permainan catur, maka permainan catur boleh karena berguna untuk mengasah otak dalam strategi perang yang diajarkan dalam permainan catur. Maka dari sisi ini, permainan catur bias diqiyaskan dengan permainan yang melatih keterampilan dalam berjihad.
Wallahu’alam Bisshowab.
H. Gozali Sudirjo, Lc.
*)Layanan Konsultasi Syariah (respon cepat) via twitter follow: @GozaliSudirjo
Berbagi dengan Admin Follow @referensimuslim atau @GozaliSudirjo