Tetiba, kami terbayang dengan para pendidik yang di amanahkan di kampus Assyifa Wanareja ini. Entahlah, refleks saja terlintas beberapa kata yang ingin disematkan kepada mereka: pengabdian, ketangguhan, kesabaran dan keikhlasan. (klik sebelumnya)
Ya, membayangkan keberadaan mereka semua disini yang terpilih menjadi ujung tombak awal dalam usaha mewujudkan generasi peradaban (red. Generasi Visioner Menuju Peradaban Robbani), seperti tagline Visi Misi sekolah di kampus ini, tergambar sosok-sosok yang pastinya sudah Allah pilih dengan segala rahasia taqdir-Nya. Sosok yang akan Allah didik menjadi mereka yang berusaha tangguh menghadapi “getir”nya medan yang belum seramah kampus utamanya. Pastilah dibutuhkan keshabaran yang luar biasa dengan kondisi yang masih sedikit terbatas ini. Jauh dari keramaian, akses dan sarana transportasi yang belum maksimal untuk keluar masuk kampus dan menuju kota, sehingga cukup membatasi juga pemenuhan beberapa kebutuhan-kebutuhan mereka. Dibutuhkan hati yang begitu lapang untuk membingkai keikhlasan dalam menjalani amanah yang terbilang berat namun istimewa ini. Tentu hanya atas nama pengabdian sebagai anak manusia dan makhluk dari pencipta-Nyalah, mereka sanggup mendedikasikan hari-hari dalam kehidupannya untuk sebuah perjuangan melahirkan generasi-generasi yang kelak dapat menjadi sebaik-baik manusia di hadapan-Nya, menjadi orang tua kedua bagi pemuda pemudi belia yang diikhtiarkan oleh orang tua utama mereka sebagai sahabat mendidik mereka. [klik video sinergi orang tua dan sekolah]
Mencoba merasakan perjuangan mereka, tidak hanya fisik namun juga psikis. Membina pemuda-pemudi belia yang tidak lahir dari rahim-rahim mereka dalam sebuah episode usia kehidupan mereka yang dikenal rawan dan memerlukan sentuhan-sentuhan pembinaan yang tak sekedarnya, tentulah sangat tidak mudah untuk dilakukan semua orang. Hanya mereka yang benar-benar berani dan memiliki idealisme perjuangan serta jiwa pengorbanan tuluslah yang pastinya bisa mulus menjalaninya.
Maka, saat kami menikmati sudut-sudut kampus sampai kemudian melakukan perjalanan untuk meninggalkannya kembali, kami coba lekatkan pesan untuk tertanam dalam benak anak-anak tentang sebuah torehan pengabdian yang sedang guru-guru; asatidz & asatidzah mereka jejakkan disini. Torehan pengabdian yang mungkin tidak terlihat utuh, namun sesungguhnya akan meninggalkan jejak yang takkan hilang dalam diri mereka sepanjang usia. Maka kami pesankan kepada anak-anak, saat jiwa dan raga terasa lelah dalam menjalani aktivitas di asrama atau sekolah dalam melakoni penggalan hari yang mungkin terasa begitu getir dan mengacaukan rasa, ingatlah bagaimana sebuah episode pengorbanan yang juga tak kalah getir dilakukan oleh para guru mereka. Meninggalkan kemudahan-kemudahan untuk berjibaku dengan tantangan-tantangan di hadapan dalam menemani proses pembinaan anak-anak didik mereka. Ada yang masih harus bolak balik melalui belasan kilometer melewati perjalanan yang tak selalu lancar, karena tugas mendidik dan keluarga yang sementara belum menyatu dekat komplek kampus. Ada yang menikmati atap kehidupan bersama keluarga di komplek asrama yang sangat mungkin tak seindah keluarga lainnya bersama balutan alam yang juga tak sesejuk di sudut-sudut sana.
Ada beban di bahu mereka, ada amanah yang tak hanya akan dipertanggung jawabkan kepada sesama, namun juga kepada Pemilik Kehidupan sesungguhnya. Ada tarikan-tarikan warna kehidupan yang mungkin tampak lebih cerlang silih berganti terus menggoda, namun sanggup mereka abaikan hanya karena besar rasa cinta dan harapnya kepada anak-anak didik mereka.
Maka, bantulah asatidz/asatidzah disana untuk bisa menunaikan sempurna semua amanahnya. Bantu mereka untuk selalu bisa tersenyum. Hadirkanlah binar bahagia di wajah-wajah mereka. Hiburlah mereka dengan memaksimalkan potensi-potensi kebaikan yang terus berpendar di hadapan mereka. Jagalah adab, serta muliakanlah mereka dengan santun yang senantiasa terjaga.
Sejatinya, kebahagiaan mereka kelak adalah saat melihat anak-anak didiknya berhasil meninggalkan kawah peradaban ini dengan alQuran yang mewarnai gerak amal, ilmu yang membawa manfaat untuk umat, kemuliaan akhlak yang memesona, serta tertulis nama mereka dalam sejarah peradaban sebagai generasi mulia yang dicintai umat karena tegak di jalan-Nya dan senantiasa mencintai Rabbnya.
Ya, saat penat terasa melanda, saat jenuh begitu menyiksa, saat malas membuat raga lunglai dan tak ingin tegak, ingatlah akan perjuangan para ustadz/ustadzah di asrama dan sekolah ini, yang pastinya juga sama-sama telah begitu banyak berkorban waktu, pikiran, tenaga, bahkan perasaan ketika menghadapi ragam polah yang belum tentu sebanding dengan apa yang sudah dilakukan anak didiknya.
Ingat, ingatlah perjuangan mereka. Dan sebaik-baik adab kalian para penuntut ilmu adalah dengan memuliakan para guru, agar Allah juga berkenan mengukuhkan ilmu dalam diri dan meridhoi akhlak mulia melekat dalam tampilan setiap gerak laku.
Akhirnya, teriring doa untuk semua pendidik di kawah peradaban ini.
(selesai) sebelumnya klik …
—
Dikutip dari tulisan orang tua murid Assyifa Boarding School Wanareja, Ibu @fitry_ummuza, beliau seorang Konsultan Keluarga, Remaja dan Anak. Klik Blognya DISINI
Baca Juga: Testimoni Awal Perjuangan Afina Santri Asal Jepang di Asyyifa Boarding School
Berbagi dengan Admin Follow IG @referensimuslim_